English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Home » , » Tiada Ilmu Tanpa Sanad

Tiada Ilmu Tanpa Sanad

Written By Anonymous on Tuesday, April 29, 2014 | 5:11 PM

Fatwa Tanpa Sanad adalah Bathil

Ulama yang sholeh dari keturunan cucu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, Habib Munzir Al Musawa menyampaikan bahwa fatwa tanpa sanad adalah bathil
***** awal kutipan *****
Mengenai ulama Jarh wa ta’dil, jarh disini bukan pencaci, tapi melihat apakah orang itu ‘adil (kuat riwayat) atau majruh (lemah riwayat), disebut majruh karena ia mungkin pernah berdusta, atau pernah kena penyakit lupa, maka ia majruh (terluka=maksudnya ada aib pada riwayatnya). bukan pencaci.


Mereka menuduh Ahlussunnah wal Jama’ah adalah ahlul ahwa sedangkan mereka adalah ulama jarh wat ta’dil, wahai kalian.., ulama jarh wat ta’dil itu bukan pencaci berhati busuk macam kalian. Imam Bukhari rahimahulllah yang menjadi raja seluruh Muhaddits berkata : “aku tak mau menyebut aib aib orang dalam riwayatku, karena aku tak mau dikumpulkan oleh Allah dalam kelompok ahlulghibah” (Siyar fii a’lamunnubala dan Tadzkiratul Huffadh).

Kelompok yang benar adalah pemilik ilmu, ahlussanad, mereka yang bukan menukil nukil dari buku, tapi rijalussanad, mereka telah sampai pada derajat Al Hafidh, yaitu hafal lebih dari 100 ribu hadits dengan  sanad dan hukum matannya atau derajat Hujjatul Islam yaitu telah hafal 300 ribu hadits dengan sanad dan hukum matan, seperti Imam Ghazali, Imam Nawawi, Imam Ibn Hajar,. Imam Bukhari dll.
Tiada ilmu tanpa sanad, maka fatwa tanpa sanad adalah bathil

Sumber: http://majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=34&func=view&id=9666&catid=7

***** akhir kutipan *****

Ketersambungan kaum muslim dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah melalui sanad ilmu atau sanad guru perantaraan lisan-lisannya ulama-ulama yang sholeh dan tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam

Tanpa sanad ilmu maka kemungkinannya adalah prasangka atau akal pikiran manusia semata yang terkait dengan hawa nafsu atau kepentingan.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa menguraikan Al Qur’an dengan akal pikirannya sendiri dan merasa benar, maka sesungguhnya dia telah berbuat kesalahan”. (HR. Ahmad)

Dari Ibnu ‘Abbas r.a. berkata Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “di dalam agama itu tidak ada pemahaman berdasarkan akal pikiran, sesungguhnya agama itu dari Tuhan, perintah-Nya dan larangan-Nya.” (Hadits riwayat Ath-Thabarani)

Dalam ilmu agama tidak ada yang  baru namun harus sesuai dengan apa yang disampaikan oleh lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya “Sampaikan dariku sekalipun satu ayat dan ceritakanlah (apa yang kalian dengar) dari Bani Isra’il dan itu tidak apa (dosa). Dan siapa yang berdusta atasku dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati tempat duduknya di neraka” (HR Bukhari)

Hakikat makna hadits tersebut adalah kita hanya boleh menyampaikan satu ayat yang diperoleh dari ulama yang disampaikan secara turun temurun yang bersumber dari lisannya Sayyidina Muhammad bin Abdullah Shallallahu alaihi wasallam. Oleh karenanya ulama dikatakan sebagai pewaris Nabi.

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, “Ulama adalah pewaris para nabi” (HR At-Tirmidzi).
Ulama pewaris Nabi artinya menerima dari ulama-ulama sebelumnya yang tersambung kepada Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Pewaris Nabi artinya menerima dan mengikuti risalah Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dengan baik dan benar secara kaaffah meliputi aqidah (Iman) , ibadah (Islam/syariat) dan akhlaq (Ihsan/tasawuf)

Laki-laki itu bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah Islam itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Islam adalah kamu tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apa pun, mendirikan shalat, membayar zakat, dan berpuasa Ramadlan.’ Dia berkata, ‘Kamu benar.’ Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah iman itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu beriman kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, beriman kepada kejadian pertemuan dengan-Nya, beriman kepada para Rasul-Nya, dan kamu beriman kepada hari kebangkitan serta beriman kepada takdir semuanya’. Dia berkata, ‘Kamu benar’. Lalu dia bertanya lagi, ‘Wahai Rasulullah, apakah ihsan itu? ‘ Beliau menjawab, ‘Kamu takut (khasyyah) kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya (bermakrifat), maka jika kamu tidak melihat-Nya (bermakrifat) maka sesungguhnya Dia melihatmu. (HR Muslim 11)
Abu Jahal walaupun bertemu dengan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam tidak dikatakan telah mengikuti Rasulullah karena Abu Jahal tidak meneladani Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.
Begitupula tidaklah bisa dikatakan ulama Muhammad bin Abdul Wahhab telah mengikuti ulama Ibnu Taimiyyah karena beliau tidak bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan ulama  Ibnu Taimiyyah karena masa kehidupan mereka terpaut 350 tahun lebih. Pada hakikatnya ulama Muhammad bin Abdul Wahhab mengikuti prasangka atau akal pikirannya sendiri dengan muthola’ah, menelaah kitabnya Ibnu Taimiyyah
Begitupula Ibnu Taimiyyah tidaklah dikatakan mengikuti Salafush Sholeh karena dia tidak bertemu dan bertalaqqi (mengaji) dengan Salafush Sholeh. Pada hakikatnya Ibnu Taimiyyah mengikuti prasangka atau akal pikirannya sendiri bersandar  dengan muthola’ah, menelaah kitab.

Terbukti apa yang dipahami oleh ulama Ibnu Taimiyyah yang merupakan panutan dari ulama Muhammad bin Abdul Wahhab telah dibantah oleh para ulama yang sholeh antara lain dapat diketahui dari https://mutiarazuhud.files.wordpress.com/2010/02/ahlussunnahbantahtaimiyah.pdf atau pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/02/23/2011/07/28/semula-bermazhab-hambali/
Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, ulama besar Indonesia yang pernah menjadi imam, khatib dan guru besar di Masjidil Haram, sekaligus Mufti Mazhab Syafi’i pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 menjelaskan dalam kitab-kitab beliau seperti ‘al-Khiththah al-Mardhiyah fi Raddi fi Syubhati man qala Bid’ah at-Talaffuzh bian-Niyah’, ‘Nur al-Syam’at fi Ahkam al-Jum’ah’ bahwa pemahaman Ibnu Taimiyyah dan Ibnu Qoyyim Al Jauziah menyelisihi pemahaman Imam Mazhab yang empat yang telah diakui dan disepakati oleh jumhur ulama yang sholeh dari dahulu sampai sekarang sebagai pemimpin atau imam ijtihad kaum muslim (Imam Mujtahid Mutlak)

Begitupula Hadratusy Syeikh Hasyim Asy’ari (pendiri pondok pesantren Tebuireng Jombang Jawa Timur dan pendiri organisasi Nahdhatul Ulama) dalam kitab “Risalah Ahlussunnah wal Jama’ah” telah membantah apa yang dipahamai oleh Ibnu Taimiyyah maupun apa yang dipahami oleh ulama Muhammad bin Abdul Wahhab. Kutipannya dapat di baca pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/22/kabar-waktu-lampau/

Bahkan karena kesalahpahaman Ibnu Taimiyyah berakibat beliau wafat di penjara sebagaimana dapat diketahui dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2012/04/13/ke-langit-dunia/
Untuk dapat menggali sendiri dari Al Qur’an dan Hadits maupun memahami perkatan ulama Salaf yang Sholeh tidak cukup dengan makna dzahir yakni dari sudut arti bahasa (lughot) dan istilah (terminologi) saja sebagaimana umumnya mereka yang bersandar pada muthola’ah, menelaah kitab namun dibutuhkan kompetensi seperti
a. Mengetahui dan menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya, karena al-quran dan as-sunnah diturunkan Allah dan disampaikan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dalam bahasa Arab yang fushahah dan balaghah yang bermutu tinggi, pengertiannya luas dan dalam, mengandung hukum yang harus diterima. Yang perlu diketahui dan dikuasainya bukan hanya arti bahasa tetapi juga ilmu-ilmu yang bersangkutan dengan bahasa arab itu seumpama nahwu, sharaf, balaghah (ma’ani, bayan dan badi’).
b. Mengetahui dan menguasai ilmu ushul fiqh, sebab kalau tidak, bagaimana mungkin menggali hukum secara baik dan benar dari al-Quran dan as-Sunnah padahal tidak menguasai sifat lafad-lafad dalam al-Quran dan as-Sunnah itu yang beraneka ragam seperti ada lafadz nash, ada lafadz dlahir, ada lafadz mijmal, ada lafadz bayan, ada lafadz muawwal, ada yang umum, ada yang khusus, ada yang mutlaq, ada yang muqoyyad, ada majaz, ada lafadz kinayah selain lafadz hakikat. Semua itu masing-masing mempengaruhi hukum-hukum yang terkandung di dalamnya.
c. Mengetahui dan menguasai dalil ‘aqli penyelaras dalil naqli terutama dalam masalah-masalah yaqiniyah qath’iyah.
d. Mengetahui yang nasikh dan yang mansukh dan mengetahui asbab an-nuzul dan asbab al-wurud, mengetahui yang mutawatir dan yang ahad, baik dalam al-Quran maupun dalam as-Sunnah. Mengetahui yang sahih dan yang lainnya dan mengetahui para rawi as-Sunnah.
e. Mengetahui ilmu-ilmu yang lainnya yang berhubungan dengan tata cara menggali hukum dari al-Quran dan as-Sunnah.

Selain ilmu untuk memahami Al Qur’an dan Hadits, untuk dapat memahami Al Qur’an dan Hadits atau berpendapat atau berfatwa juga diperlukan sanad ilmu yang tersambung kepada lisannya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Dari Ibnu Abbas ra Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda…”Barangsiapa yg berkata mengenai Al-Qur’an tanpa ilmu maka ia menyediakan tempatnya sendiri di dalam neraka” (HR.Tirmidzi)

Imam Syafi’i ra mengatakan “tiada ilmu tanpa sanad”.

Imam Malik ra berkata: “Janganlah engkau membawa ilmu (yang kau pelajari) dari orang yang tidak engkau ketahui catatan (riwayat) pendidikannya (sanad ilmu)

Al-Hafidh Imam Attsauri ~rahimullah mengatakan “Penuntut ilmu tanpa sanad adalah bagaikan orang yang ingin naik ke atap rumah tanpa tangga

Bahkan Al-Imam Abu Yazid Al-Bustamiy , quddisa sirruh (Makna tafsir QS.Al-Kahfi 60) ; “Barangsiapa tidak memiliki susunan guru dalam bimbingan agamanya, tidak ragu lagi niscaya gurunya syetan” Tafsir Ruhul-Bayan Juz 5 hal. 203

Ibnul Mubarak berkata :”Sanad merupakan bagian dari agama, kalaulah bukan karena sanad, maka pasti akan bisa berkata siapa saja yang mau dengan apa saja yang diinginkannya (dengan akal pikirannya sendiri).” (Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Muqoddimah kitab Shahihnya 1/47 no:32)
Ciri seorang ulama masih tersambung sanad ilmunya adalah pendapatnya tidak bertentangan dengan ulama-ulama yang sholeh sebelumnya dan tidak pula bertentangan dengan pendapat Imam Mazhab yang empat

Selain itu ciri seorang ulama masih tersambung sanad ilmunya adalah ulama yang berakhlakul karimah atau ulama yang sholeh

Asy-Syeikh as-Sayyid Yusuf Bakhour al-Hasani menyampaikan bahwa “maksud dari pengijazahan sanad itu adalah agar kamu menghafazh bukan sekadar untuk meriwayatkan tetapi juga untuk meneladani orang yang kamu mengambil sanad daripadanya, dan orang yang kamu ambil sanadnya itu juga meneladani orang yang di atas di mana dia mengambil sanad daripadanya dan begitulah seterusnya hingga berujung kepada kamu meneladani Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, keterjagaan al-Qur’an itu benar-benar sempurna baik secara lafazh, makna dan pengamalan

Ulama yang sholeh adalah tanda ulama yang telah meraih maqom disisiNya, ulama yang telah mendapatkan karunia ni’mat dari Allah sehingga berada di jalan yang lurus, berada dalam kebenaran.
Firman Allah ta’ala

”...Sekiranya kalau bukan karena karunia Allah dan rahmat-Nya, niscaya tidak ada seorangpun dari kamu yang bersih (dari perbuatan keji dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa saja yang dikehendaki…” (QS An-Nuur:21)

“Sesungguhnya Kami telah mensucikan mereka dengan (menganugerahkan kepada mereka) akhlak yang tinggi yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat. Dan sesungguhnya mereka pada sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang paling baik.  (QS Shaad [38]:46-47)
Tunjukilah kami jalan yang lurus , (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri ni’mat kepada mereka” (QS Al Fatihah [1]:6-7)

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu” (QS Al Hujuraat [49]:13)

Dan barangsiapa yang menta’ati Allah dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi ni’mat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid, dan orang-orang sholeh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya .” (QS An Nisaa [4]: 69)

Muslim yang terbaik untuk bukan Nabi dan meraih maqom disisiNya sehingga menjadi kekasih Allah (wali Allah) dengan mencapai shiddiqin, muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah dengan hatinya (ain bashiroh) atau muslim yang bermakrifat. Bermacam-macam tingkatan shiddiqin sebagaimana yang diuraikan dalam tulisan pada https://mutiarazuhud.wordpress.com/2011/01/14/2011/09/28/maqom-wali-allah

Al-Hakim al-Tirmidzi (205-320H/ 820-935M) mengatakan bahwa hubungan yang tercipta antara Allah dengan al-awliya (para wali / kekasih) adalah hubungan al-ri’ayah (pemeliharaan), al-mawaddah (cinta kasih), dan al-inayah (pertolongan)

Bertitik tolak pada al-ri’ayah (pemeliharaan), al-mawaddah (cintakasih), dan al-inayah (pertolongan) Allah kepada al-awliya (para wali / kekasih); al-Tirmidzi sampai pada kesimpulannya bahwa al-awliya (para wali / kekasih) dan orang-orang beriman bersifat ‘ishmah, yakni memiliki sifat keterpeliharaan dari dosa; meskipun ‘ishmah yang dimiliki mereka berbeda.

Bagi umumnya orang-orang beriman ‘ishmah berarti terpelihara dari kekufuran dan terus menerus berbuat dosa; sedangkan bagi al-awliya (para wali) ‘ishmah berarti mahfudz (terjaga) dari kesalahan sesuai dengan derajat, jenjang, dan maqamat mereka. Mereka mendapatkan ‘ishmah sesuai dengan peringkat kewaliannya.

Al-Tirmidzi meyakini adanya tiga peringkat ‘ishmah, yakni
‘ishmah al-anbiya (‘ishmah Nabi),
‘ishmah al-awliya (‘ishmah para wali),
‘ishmah al-’ammah (‘ishmah kaum beriman pada umumnya)
Salah satu cara kaum Zionis Yahudi menghasut atau melancarkan ghazwul fikri (perang pemahaman) adalah selalu mendengungkan bahwa Imam Mazhab yang empat tidak maksum.

Tentulah seorang muslim yang awampun tahu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam yang bersifat maksum namun Imam Mazhab yang empat bersifat ‘ishmah sehingga mahfudz (terjaga) dari kesalahaan sesuai dengan derajat, jenjang dan maqamat mereka

Berikut contoh pemeliharaan Allah subhanahu wa ta’ala  terhadap kekasihNya
Imam asy-Syafi’i berkata: ‘Saya mengadu kepada Waqi’ (guru beliau) buruknya hafalanku, maka dia menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Dan ia mengabarkan kepadaku bahwa ilmu adalah cahaya, dan cahaya Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak diberikan kepada pelaku maksiat”.

Setelah Imam asy Syafi’i merunut (mencari tahu) kenapa beliau lupa hafalan Al-Qur’an (hafalan Al-Qur`ânnya terbata-bata), ternyata dikarenakan beliau tanpa sengaja melihat betis seorang wanita bukan muhrim yang tersingkap oleh angin dalam perjalanan beliau ke tempat gurunya.

‘Abdullâh bin Al-Mubarak meriwayatkan dari adh-Dhahak bin Muzahim, bahwasanya dia berkata;”Tidak seorangpun yang mempelajari Al-Qur`ân kemudian dia lupa, melainkan karena dosa yang telah dikerjakannya. Karena Allah berfirman Subhanahu wa Ta’ala : وَمَآأَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ  (“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri”  (QS Asy-Syûra [42]: 30)- . Sungguh, lupa terhadap Al-Qur`ân merupakan musibah yang paling besar * (. Fadha`ilul-Qur`ân, karya Ibnu Katsir, hlm. 147)

Itulah contoh mereka yang disayang oleh Allah ta’ala dan diberi kesempatan untuk menyadari kesalahan mereka ketika masih di dunia.

Jika Allah telah mencintai hambaNya maka akan terpelihara dari dosa atau terhindar dari dosa.
Dari Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Allah berfirman “jika Aku sudah mencintainya, maka Akulah pendengarannya yang ia jadikan untuk mendengar, dan pandangannya yang ia jadikan untuk memandang, dan tangannya yang ia jadikan untuk memukul, dan kakinya yang dijadikannya untuk berjalan, jikalau ia meminta-Ku, pasti Kuberi, dan jika meminta perlindungan kepada-KU, pasti Ku-lindungi. Dan aku tidak ragu untuk melakukan sesuatu yang Aku menjadi pelakunya sendiri sebagaimana keragu-raguan-Ku untuk mencabut nyawa seorang mukmin yang ia (khawatir) terhadap kematian itu, dan Aku sendiri khawatir ia merasakan kepedihan sakitnya.” (HR Bukhari 6021)

Tanda seorang manusia yang tidak dekat dengan Allah, jika mereka berbuat kesalahan, Allah Azza wa Jalla membiarkannya dan menjadi penyesalan di akhirat kelak.

Jadi jelaslah ciri-ciri ulama yang bersanad ilmu adalah ulama yang sholeh, mereka yang kelak bergabung di telaga Rasulullah dan dilukiskan sebagai ”mereka yang keadaan muka dan kaki mereka putih bercahaya karena bekas wudlu” (HR Muslim 367) artinya kaum muslim dengan sholatnya terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, kaum muslim yang sholeh, kaum muslim berakhlakul karimah, kaum muslim yang ihsan, kaum muslim yang bermakrifat, kaum muslim yang membenarkan dan menyaksikan Allah ta’ala dengan hati mereka.

Allah berfirman yang artinya,
Sesungguhnya shalat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar” (QS al Ankabut [29]:45)
Sesungguhnya sholat itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu’ yaitu mereka yang yakin akan berjumpa dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah 2 : 45).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda “Ash-shalatul Mi’rajul Mu’minin“, “sholat itu adalah mi’rajnya orang-orang mukmin“, yaitu naiknya jiwa meninggalkan ikatan nafsu yang terdapat dalam fisik manusia menuju ke hadirat Allah

Kaum muslim yang khusyu’ dalam sholatnya maka akan tertanam dalam dirinya akan pengawasan Allah ta’ala atau yang terbaik adalah mereka yang berjumpa dengan Rabb mereka dan menyaksikanNya dengan hati (ain bashiroh)

Kaum Muslim yang meyakini dalam pengawasan Allah Azza wa Jalla atau kaum muslim yang bermakrifat atau dapat melihat Allah Azza wa Jalla dengan hatinya (ain bashiroh) maka ia mencegah dirinya dari melakukan sesuatu yang dibenciNya, mencegah dirinya dari perbuatan maksiat, mencegah dirinya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar. Sehingga terwujud dalam berakhlakul karimah. Inilah tujuan Rasulullah diutus oleh Allah ta’ala

Rasulullah menyampaikan yang maknanya “Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan Akhlak.” (HR Ahmad).

Kaum muslim beragama adalah merupakan upaya meneladani akhlak manusia yang paling mulia, Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam.

Firman Allah ta’ala yang artinya,
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah”. (QS Al-Ahzab:21)

Sungguh dalam dirimu terdapat akhlak yang mulia”. (QS Al-Qalam:4)
Sebaliknya mereka yang keadaan kaki dan mukanya tidak bercahaya (kelam) karena tidak tampak bekas wudlunya,  kelak akan ditolak menuju telaga Rasulullah  bagaikan “dihalaunya unta-unta yang sesat” (HR Muslim 367).

Rasulullah shallallahu alaihi wasallam menggambarkan tentang mereka sebagaimana sabdanya, “akan muncul suatu firqah/sekte/kaum dari umatku yang pandai membaca Al Qur`an. Dimana, bacaan kalian tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan bacaan mereka. Demikian pula shalat kalian daripada shalat mereka. Juga puasa mereka dibandingkan dengan puasa kalian. Mereka membaca Al Qur`an dan mereka menyangka bahwa Al Qur`an itu adalah (hujjah) bagi mereka, namun ternyata Al Qur`an itu adalah (bencana) atas mereka. Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan. Mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya” (HR Muslim 1773)

Shalat mereka tidak sampai melewati batas tenggorokan” artinya sholat mereka tidak menjadikan dekat dengan Allah.

Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang shalatnya tidak mencegah dari perbuatan keji dan mungkar, maka ia tidak bertambah dari Allah kecuali semakin jauh dariNya” (diriwayatkan oleh ath Thabarani dalam al-Kabir nomor 11025, 11/46)

Kita dapat temukan mereka sholat namun mereka mencela, menghujat, memperolok-olok, mempergunjingkan saudara muslim sendiri bahkan membunuhnya sebagaimana yang diketahui dari http://www.facebook.com/photo.php?fbid=220630637981571&set=a.220630511314917.56251.100001039095629

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Mencela seorang muslim adalah kefasikan, dan membunuhnya adalah kekufuran” (HR Muslim 97).

Wassalam

Zon di Jonggol, Kab Bogor 16830

0 komentar:

Formulir Kemitraan
LOC of USA

FORMULIR KEMITRAAN

Klik di sini untuk pengisian formulir kemitraan usaha waralaba
 
Support : Webrizal | Tutorial | My Opini
Copyright © 2009-2021. Pergerakan Islam - All Rights Reserved
Template Recreated by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger